trauma kepala




ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA KEPALA
Klasifikasi Trauma Kepala
Trauma kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan morfologi truma, yaitu :
a. Berdasarkan mekanisme adanya penetrasi pada duramater :
1. Trauma tumpul dengan kecepatan tinggi seperti pada kecelakaan lalu-lintas, dengan kecepatan rendah, seperti akibat dipukul.
2. Trauma tembus seperti akibat tertembak
b. Berdasarkan keparahan kerja :
1. Cedera ringan dengan GCS 14 – 15
2. Cedera sedang dengan GCS 9 – 13
3. Cedera berat dengan GCS 3 – 8
c. Berdasarkan morfologi :
1. Fraktur
2. Lesi intra cranial
Patologi Trauma Kepala
Patologi trauma kepala sangat bergantung pada bagian anatomis yang kepala yang mengalami trauma ;
a. Laserasi pada kulit kepala, dapat menimbulkan perdarahan hebat karena di kepala terdapat banyak pembuluh darah
b. Fraktur tengkorak ;
· Fraktur linier, ringan atau hebat. Fraktur linear yang melibatkan rongga udara perinasal dapat menimbulkan rhinore atau othore ari cairan cerebro spinalis sedangkan faktur linear yang terbuka lebar dapat menimbulkan herniasi. Fraktur linear dapat merobek pembuluh darah yang melewati tulang tengkorak sehingga dapat terjadi perdarahan epidural atau subdural
· Fraktur depresi ; depresi lebih dari 3mm dapat menimbulkan kerusakan otak disamping sebagai akibat tekanan perdarahan
· Fraktur dasar tengkorak dapat mengakibatkan rhinore atau otore
c. Perdarahan pada selaput otak ; trauma kepala dengan atau tanpa fraktur dapat menimbulkan robekan pembuluh darah yang terdapat pada duramater. Jenis perdarahan tersebut adalah ;
· Perdarahan epidural (antara tulang tengkorak dengan duramater). Perdarahan yang terperangkap dalam tulang tengkorak kemudian menimbulkan tekanan pada otak, hingga menekan nervus kranialis ketiga sehingga terjadi dilatasi pupil pada sisi yang sama. Penekanan hemisfer berlanjut pada penekanan batang otak sehingga berpindah pada sisi yang berlawanan. Perpindahan yang cukup jauh menimbulkandefisit neurologi pada sisi yang berlawanan(kontralateral) yang tidak dapat diperbaiki dan kematian. Perdarahan epidural dapat berkembang sangat lambat. Mula-mula pasien tidak sadar kemudian sadar tanpa tanda/gejala gangguan neurologis. Karena perdarahan berlanjut maka pasien mulai mengalami penurunan kesadaran, dari mengantuk, sampai koma.
· Perdarahan subdural (antara duramater dan arakhnoid). Perdarahan subdural dapat diklasifikasikan menjadi akut, sub akut, dan kronis. Perdarahan akut karena trauma kepala yang hebat. Perdarahan sub akut terjadi setelah 1-15 hari trauma. Perdarahan kronik dapat terjadi pada anak-anak dan usila
d. Cedera otak, dapat berupa komotio, yaitu;hilangnya kesadaran untuk sementara waktu tanpa kerusakan organ. Kontusio(memar otak); hialngnya kesadaran sebagai akibat kerusakan yang jelas pada jaringan otak, berupa edema, dan peningkatan tekanan intracranial
Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala sangat tergantung pada tingkat kerusakan otak. Secara umum trauma kepala dapat menimbulkan tiga gangguan; gangguan kesadaran, gangguan verbal, dan gangguan motorik.
Gangguan kesadaran dapat terjadi beberapa menit saat kejadian, perlahan-lahan atau berulang-ulang.Gangguan kesadaran dapat disertai amnesia terutama amnesia retrograde. Tingkat kesadaran dinilai dengan GCS. Gangguan motorik terjadi pada kontralateral dari pada gangguan. Pelebaran pupil terjadi ipsilateral. Gejala dan tanda lain yang dapat timbul sebagai peningkatan tekanan intracranial adalah; nyeri kepala, mual-muntah, diplopia, kaku kuduk. Tekanan intracranial yang meningkat dapat dan iskemia pada pusat vasomotor menimbulkan kompensasi jantung untuk meningkatkan tekanan, nadi lambat. Kompresi batang otak menimbulkan pernafasan ataksi9tidak dapat diramal), kadang-kadang dalam, dangkal, atau apnoe. Kongesti venosus dan ketegangan pembuluh darah intracranial mengakibatkan nyeri kepala, kompresi pada jalur motorik-sensorik, menghambat atau menghentikan impuls sehingga terjadi gerakan tidak menentu, paresa atau plegi. Kompresi yang menyebar pada retina mengakibatkan edema retina sehingga reflek cahaya negative.
Pemeriksaan Penunjang
· Foto polos kepala tiga posisi (lateral, anteroposterior, fronto occipital)
· CT Scan
· EEG
· Pungsi lumbal
· Analisa Gas Darah
Penatalaksanaan
Pada kasus trauma kepala penatalaksanaan pasien mulai di tempat kejadian, selama transportasi, di IRD, sampai rawat inap merupakan hal yang sangat vital. Prinsip utama penatalaksanaan adalah :
Ø Istirahat baring dengan elevasi kepala 300.
Ø Pada kasus trauma kepala lakukan kolaborasi untuk mencegah herniasi dengan tindakan operasi.
Ø Atasi dan cegah peningkatan tekanan intracranial dengan ;
· Hiperventilasi, PaCO2 dipertahankan pada 25-35 mmHg
· Atasi hipertermia karena hipertermi mengakibatkan otak edema.
· Berikan diuretic osmotic seperti manitol 1,5 gram/kgBB/24 jam
· Intake dan output harus dijaga pada posisi normal (1500-2000cc/24 jam) untuk orang dewasa. Pembatasan cairan ini dilakukan karena pada pasien dengan trauma kepala dapat mensekresi hormone anti deuritik tidak pada tempatnya sehingga terjadi retensi cairan.
· Pantau keseimbangan elektrolit.
· Pantau tanda vital secara teratur.
· Cegah infeksi dengan debridement luka dan pemberian antibiotic
· Penuhi kebutuhan dasar pasien
· Setelah fase akut teratasi (nyeri kepala hilang, tidak ada keluhan mual/muntah) pasien dilatih untuk mobilisasi bertahap
· Pada kasus karena emboli atau thrombus, kolaborasi pemberian antikoagulan
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Focus pengkajian meliputi :
1. Keluhan Utama
2. Riwayat penyakit
3. Tingkat kesadaran
Kesadaran mempunyai dua komponen yang perlu dikaji, yaitu; kewaspadaan dan kesadaran diri. Keawaspadaan merupakan keadaan yang diatur oleh hemisfer serebri dan system aktivasi retikulo batang otak. Kewaspadaan dapat dikaji dengan memperhatikan respon seseorang terhadap rangsangan lingkungan, verbal dan nyeri. Jika pasien tidak berespon terhadap rangsang lingkungan maka kewaspadaan dikaji dengan verbal, dan jika respon verbal negative, dilakukan dengan menekan kuku jari tangan memakai pensil yang direbahkan. Tingkat kesadaran dapat dikaji secara kualitatif maupun kuantitatif. Criteria tingkat kesadaran, sbb :
Ø Tingkat kesadaran kualitatif :
· Kompos Mentis : sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekeliling
· Apatis : segan untuk berhubungan dengan lingkungan sekitarnya, sikap acuh tak acuh.
· Somnolen : ngantuk luar biasa, dapat dibangunkan dengan rangangan nyeri tetapi setelah terbangun akan tidur lagi
· Delirium : Orientasi terhadap orang, waktu, dan tempat buruk, kekacauan motorik, dan berteriak-teriak.
· Sopor/semikoma : reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan rangsangan nyeri, kesadaran menyerupai koma
· Koma : kesadaran hilang sama sekali, tidak ada tanggapan terhadap rangsangan apapun.
Ø Tingkat kesadaran kuantitatif (dengan Glasgow Coma Scale) ;
a. Mata :
· Membuka secara spontan 4
· Membuka dengan rangsang suara 3
· Membuka dengan rangsang nyeri 2
· Tidak berespon 1
b. Verbal :
· Orientasi baik 5
· Bingung 4
· Kata-kata tidak jelas 3
· Mengerang 2
· Tidak ada respon 1
c. Motorik :
· Mengikuti perintah 6
· Gerakan local atas nyeri 5
· Fleksi menarik atas nyeri 4
· Fleksi abnormal atas nyeri 3
· Ekstensi abnormal atas nyeri 2
· Tidak ada respon 1
4. Mentasi
Mentasi merupakan segala aktifitas yang membutuhkan integrasi perhatian memori dan proses piker. Mentasi sangat tergantung pada korteks serebri. Pengkajian meliputi;perhatian, mengingat, perasaan, berpikir, dan persepsi. Perhatian dikaji dengan meyuruh pasien berhitung maju mundur. Mengingat dikaji dengan mengulang suatu kata setelah lima menit, perasaan dikaji dengan melihat ekspresi wajah, kemampuan bahasa dikaji dengan bahaa verbal dan penangkapan akan kata-kata orang lain, kemampuan berpikir dikaji dengan pertanyaan sederhana, sedangkan persepsi dikaji dengan cara menyuruh pasien meniru gambar kubus, dsb.
5. Gerakan
Gerakan merupakan koordinasi aktifitas neuromuskuloskletal. Pergerakan diatur oleh saraf cranial, oleh karena itu pengkajian disarankan pada fungsi saraf cranial, yaitu :
· Gerakan mata dan lapangan pandang, menguji N. III, IV, VI
· Bicara dan ingesti(menggigit dan menelan), menguji N V, VII, IX, X, XII
· Mengatupkan graham, menguji N V
· Mengangkat alis, menguji N VII
· Mengucapkan “ah”, menguji reflek gag (IX, X
· Menjulurkan lidah (XII)
· Motorik bicara, artikulasi mee, bee(VII), ‘ia’(XII), ‘ka,ga’(IX,X), suara parau/suara hidung(X)
· Kekuatan otot tingkat kekuatan otot, sbb :
§ Skala 0, kekuatan 0% ; paralisis total
§ Skala 1, kekuatan 10% ; terlihat hanya kontraksi otot, tanpa gerakan
§ Skala 2, kekuatan 25% ; gerakan otot menentang gravitasi, tanpa mencapai ROM
§ Skala 3, kekuatan 50% ; gerakan otot menentang gravitasi, mencapai ROM, tanpa tahanan
§ Skala 4, kekuatan 75% ; gerakan otot menentang gravitasi, mencapai ROM, dengan tahanan
§ Skala 5, kekuatan 100% ; gerakan otot menetang gravitasi, mencapai ROM, dengan tahanan penuh
6. Reflek, diuji dengan memberikan stimulus (input sensori kemudian diamati responnya. Tidak ada respon menandakan adanya gangguan pada serabut sensorik, reflek hiperaktif menandakan adanya lesi pada neuron motorik atas.
Skala tingkatan reflek adalah :
0 : tidak ada reflek
1 : reflek lemah
2 : Normal
3 : meningkat tetapi tidak patologis
4 ; hiperaktif
7. Sensasi, respon verbal sangat penting dalam pengkajian sensasi karena bersifat subyektif. Selama pengkajian pasien harus tutup mata. Sensasi bau untuk nervus I, bisikan untuk nervus VII, rasa kecap untuk N.VIII, IX, X
8. Fungsi regulasi dan integrasi, sbb :
· Pernafasan ; kecepatan, pola, bunyi
· Sirkulasi ; nadi, tekanan darah, bunyi jantung, perubahan posisi, rekapiler refill
· Pengontrolan suhu ; suhu oral dan rectal
· Ingesti-digesti ; menggigit,menelan, bunyi usus
· Eleminasi ; pola, frekuensi
· Respon seksual ; fungsi seksual
· Emosi ; Aktifitas autonom sesuai emosi
9. Pola pemecahan masalah, menyangkut kemampuan merawat diri, kompetensi peran, dan upaya penyelesaian masalah.
Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan(b.d) peningkatan TIK/edema otak sekunder terhadap perdarahan
Intervensi :
§ Tirah baring dgn elevasi kepala 15-300
§ Batasi rangsangan
§ Atasi hipertensi(dengan kompres air hangat)
§ Jaga keseimbangan masukan dan luaran cairan pada normal rendah(1500-2000)
§ Motivasi untuk menahan batuk/muntah/mengejan
§ Petahankan dower catheter
§ Pantau tanda vital, peningkatan TIK (gelisah, mual muntah)
§ Kaji reflek cahaya dan besar pupil
§ Kaji GCS
§ Lakukan tindakan kolaboratif(beri O2, pantau AGD, cegah kejang, dll)
2. Pola nafas tak efektif(atau ketidakmampuan mempertahankan pola nafas spontan b.d depresi pusat pernafasan pada medulla oblongata sekunder terhadap perdarahan intracranial/infark
Intervensi :
§ Atur posisi dengan elevasi kepala 15-300
§ Jaga kebersihan jalan nafas
§ Miringkan kepala pasien saat muntah
§ Kaji pola nafas
§ Kolaborasi ; pantau AGD
3. Resiko cedera (Injuri) b.d perubahan fungsi cerebral sekunder terhadap cedera serebral
Intervensi :
§ Pasang pengaman tempat tidur
§ Kolaborasi dengan keluarga untuk melakukan pengawasan pada pasien
§ K/P lakukan restrain
§ Kurangi Rangsangan pada pasien
§ Cegah gerakan patologis/membahayakan
§ Jaga kebersihan dan berikan perawatan kulit
§ Berikan perawatan mata
4. Mual-muntah b.d deprsi pusat muntah pada medulla oblongata sekunder terhadap perdarahan intracranial
Intervensi :
§ Kurangi bau-bauan
§ Batasi aktivitas
§ Latih nafas dalam
§ Rawat mulut setelah muntah
§ Batasi masukan cairan saat makan
§ Makan makanan yang dingin
§ Kurangi berbaring datar
5. Nyeri akut b.d peningkatan TIK/edema serebri sekunder terhadap perdarahan intracranial
Intervensi :
§ Turunkan ansietas
§ Lakukan relaksasi
§ Kolaborasi pemberian analgetik
6. Resiko terhadap kerusakan jaringan kulit b.d imobilisasi/paresa/paralisis sekunder terhadap perdarahan/infark
Intervensi :
§ Ubah posisi minimal@2 jam
§ Jaga kebersihan kulit dan lingkungan
§ Lakukan masase pada daerah yang tertekan dengan minyak kelapa
7. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan fungsi motorik otot bicara/iskemia lobus temporal-frontal sekunder terhadap perdarahan/infark
Intervensi :
§ Gunakan bahasa lisan/tulisan
§ Anjurkan untuk menarik nafas dalam sebelum bicara
§ Latihan seperti meniup lilin/bersiul
DAFTAR PUSTAKA
Boswick J A, 1998, Perawatan Gawat Darurat, EGC, Jakarta.
Carpenito L J, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Ed2, EGC, Jakarta.
Doenges M.E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Ed3, EGC, Jakarta.
Mansjoer A, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI, Jakarta.
Sabiston, David C, 1994, Buku ajar Bedah, Jilid 2, EGC, Jakarta.
Schrock T R, 1990, Ilmu Bedah, Ed 7, EGC, Jakarta.