Selasa, 14 Februari 2012

AGD


Peranan Pemeriksaan Analisa Gas
Darah Dalam Penatalaksanaan
Penyakit Paru


PENDAHULUAN
Paru mempunyai fungsi utama untuk melakukan pertukaran
gas, yaitu mengambil 0 2 dari udara luar dan mengeluarkan
CO2 dari badan ke udara luar. Bilamana paru berfungsi
secata normal, tekanan parsial 02 dan CO2 di dalam darah
akan dipertahankan seimbang, sesuai dengan kebutuhan
tubuh.
Pemeriksaan analisis gas darah merupakan pemeriksaan
laboratorium yang penting sekali di dalam penatalaksanaan
penderita akut maupun kronis, terutama penderita penyakit
paru. Pemeriksaan analisis gas darah penting balk untuk
menegakkan diagnosis, menentukan terapi, maupun untuk
mengikuti perjalanan penyakit setelah mendapat terapi. Sama
halnya dengan pemeriksaan EKG pada penderita jantung dan
pemeriksaan gula darah penderita diabetes millitus.
Dengan majunya ilmu pengetahuan, terutama setelah ditemukan
alat astrup, tekanan parsial 0 2 dan CO2 serta pH
darah dapat diukur dengan mudah.
PERTUKARAN GAS
Untuk dapat mempertahankan hidup, jaringan atau sel
secara terns menerus bermetabolisme. Pada umumnya metabolisme
berlangsung secara aerob. Untuk ini dibutuhkan
02 , dan sebagai hasil akhir dari setiap metabolisme ialah CO2 .
Pertukaran 02 dan CO2 berlangsung di unit pernafasan di
paru-paru yang disebut " asinus" , yang berjumlah ± 100.000
buah.
Faktor yang mempengaruhi berlangsungnya pertukaran
gas di dalam paru ialah :
1. Ventilasi.
2. Diffusi.
3. Perfusi.
Dapat digambarkan secara skematis seperti di bawah ini :
Harga normal tekanan parsial 0 2 arteri (Pa 0 2 )
Anak : 60 — 90 mm Hg.
Dewasa : 80 — 100 mm Hg.
Orang tua (65 th): 75-85 mmHg
Harga normal tekanan parsial CO 2 arteri PaCO 2 35 — 45 mm
Hg.
Perbandingan tekanan parsial masing-masing gas di saluran
nafas sebagai berikut :
Udara
luar
Saluran
nafas
Unit Darah
respirasi arteri
Darah
vena
P02 156 149 100 95 40
P CO2 0 0 40 40 46
PH2O 15 47 47 47 47
PN2 589 564 573 588 627
Total 760 760 760 760 760
44 Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985
Gangguan pertukaran gas
Apabila terjadi gangguan pada salah satu faktor atau
ketiga faktor yang berpengaruh terhadap terlaksananya pertukaran
gas (ventilasi, difusi, perfusi), akan terjadi perobahan
di dalam keseimbangan PaO2 dan PaCo2 . dengan mengukur
Pa02, PaCO2 dan perbedaan tekanan parsial 0 2 dalam udara
alveoli (PA 0 2), kita dapat menegakkan diagnosis kira-kira
faktor apa yang mengalami gangguan. Mengingat CO 2 lebih
mudah larut dari 0 2 , maka terjadinya gangguan pada PCO 2 disebabkan
oleh karena gangguan ventilasi.
PAO2 dapat dihitung dengan rumus
Janis kelainan PA02 PA02 - PaO2
Hipoventilasi menurun tidak berubah
Kelainan difusi menurun meningkat
Ketidakseimbarfgan
Ventilasi perfusi
menurun meningkat
Right to left Shunt menurun tidak berobah/meningkat.
Hipoventilasi
Dalam keadaan hipoventilasi, udara pernafasan yang segar
tidak dapat dengan bebas keluar masuk ke dalam alveoli,
akibatnya PaO2 dan PaCO2 menurun. Perbedaan PA0 2 —
PaO2 tidak berubah.
Hipoventilasi ditemukan pada penyakit-penyakit :
a. Depresi sentral pernafasan akibat obat-obatan atau anestesi
b. Penyakit neuromuskuler yang mengenai alat-alat pernafasan.
c. Flail Chest.
d. Penyakit paru restriktif.
e. Penyakit paru obstruktif' menahun (PPOM = COPD)
Kelainan difusi
Difusi dapat terganggtl oleh karena kelainan/penebalan
dari membrana alveoli kapiler (epitel alveoli, membrana basalis
dan endotelium). Sebagai akiba dari gangguan difusi ini,
yang pertama-tama terganggu ial PaO2 , oleh karena CO2
daya larutnya jauh lebih besar dari 0 2 sehingga daya difusinya
lebih besar. Pada kelainan difusi, PaO2 menurun sedangkan
PA02 — PaO2 meningkat.
Kelainan difusi terdapat pada penyakit-penyakit :
a. Fibrosis pulmonum.
b. Edema paru.
c. Kelaihan oblitratif dari vaskuler paru.
d. Kelainan anatomik dari paru.
Ketidak seimbangan ventilasi perfusi
Dalam keadaan normal rasio ventilasi dan perfusi = 0,8 =
V/Q. Rasio ini pada bagian-bagian paru dapat berubah oleh
karena kelainan jaringan paru atau kelainan vaskuler paru.
Akibatnya PaO2 menurunsedangkan PA02 — PaO2 meningkat.
Ketidak seimbangan ventilasi dan perfusi terdapat pada
penyakit-penyakit :
a. Pneumotoraks.
b. Trombo emboli.
c. Obstruksi jalan nafas setempat.
Kegagalan Pernafasan ("Respiratory Failure ')'
Yang dimaksud dengan kegagalan pernafasan yaitu suatu
keadaan, traktus respiratorius tidak dapat mempertahankan
oksigenasi darah arteri secara adekuat. Sebagai parameter
obyektif yang dipakai ialah apabila PaO 2 < 50 mm Hg dengan
tanpa retensi CO 2 , atau apabila PaCO2 > 50 mm Hg.
Kegagalan pernafasan ada dua macam yaitu :
Kegagalan pernafasan akut (ARDS)
Biasanya terjadi dalam waktu singkat; 12—24 jam setelah kejadian
timbul sesak nafas (dispnea dan taknipnea) PaO 2 < 50
mm Hg.
Sebab-sebab utama dari ARDS
a. Pneumonia
— Septikemia
—DIC.
b. Trauma
—Emboli paru
—Kontusio.
c. Aspirasi cairan lambung
—Tenggelam.
d. Overdosis obat
Kegagalan pernafasan kronik
Pada kegagalan pernafasan kronik, di samping PaO 2
yang rendah disertai dengan PaCO2 yang tinggi (PaO 2 < 50
mm Hg dan PaCO2 > 50 mm Hg). Terdapat pada penderitapenderita
penyakit paru kronik (COPD), emfisema paru dll.
TERAPI 0 2
Persoalan yang dihadapi pada pemberian terapi 0 2 adalah,
bagaimana cara yang terbaik untuk mengatasi hipoksia tanpa
mengakibatkan timbulnya bahaya retensi CO 2 yang akan
menjurus kepada CO2 narkosis.
Hipoksia dapat dibagi sebagai berikut :
a. Hipoksia ringan : PaO2 50 — 85 mm Hg.
b. Hipoksia sedang PaO2 30 — 50 mm Hg.
c. Hipoksia berat : Pa02 20 — 30 mm Hg.
Hiperkapnea dapat dibagi sebagai berikut :
a. Hiperkapnea ringan : PaCO2 45 — 60 mm Hg.
b. Hiperkapnea sedang : PaCO2 60 — 70 mm Hg.
c. Hiperkapnea berat : PaCO2 70 — 80 mm Hg.
Fatal apabila PaCO 2 > 80 mm Hg.
Terapi 02 yang diberikan pada penderita dapat mengakibatkan
berkurangnya ventilasi, bertambahnya hiperkapnea dan
asidemia. Akhirnya mengakibatkan CO 2 narkosis dengan
Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985 45
tanda-tanda stupor dan koma. Hal ini disebabkan membaiknya
keadaan hipoksia, yang merupakan rangsangan baik terhadap
pernafasan.
Dianjurkan setiap pemberian terapi 0 2 harus terlebih
dahulu diperiksa analisis gas darah.
1). Apabila tidak diketemukan adanya kegagalan ventilasi
(PaCO 2 tidak meninggi), terapi 0 2 dapat diberikan dengan
cara konvensional dengan mempergunakan kanula hidung
(low flow 02 system). Di sini penderita bernafas dengan udara
biasa yang diperkaya dengan 0 2 .
2). Apabila ditemukan adanya kegagalan ventilasi, terapi 0 2
diberikan dengan kosentrasi 24% dengan aliran udara cepat.
Persentase ini dapat dinaikkan 2% secara bertahap dengan
antara waktu 3 — 4 jam. Dengan demikian tidak terjadi retensi
CO2. Pemberian 02 dengan masker venturi.
3). Apabila dengan cara di atas belum dapat kemajuan, dipergunakan
alat bantuan pernapasan, (Respirator). Selain kita
harus selalu memperhatikan keadaan klinis, perlu diadakan
monitoring analisis gas darah pada waktu-waktu tertentu.
KESEIMBANGAN ASAM DAN BASA
Istilah ini sebenarnya keliru, oleh karena seakan-akan
menggambarkan adanya keseimbangan antara 1 asam dan 1
basa, sedangkan yang dimaksud sesungguhnya ialah keseimbangan
jumlah ion H. Keseimbangan jumlah ion H dipengaruhi
oleh campuran larutan „buffer” yang ada dalam darah. Yang
dimaksud asam ialah donor ion H, sedangkan yang dimaksud
dengan basa ialah akseptor ion H.
pH = —Log [H+ ] , pH darah normal 7,35 - 7.45.
Kadar ion H dalam darah dipertahankan dalam batas yang
sangat sempit ± 0,000004 m Eq/liter = 40 n Eq. (pH = 7,4).
Batas pH di mana hidup masih bisa dipertahankan yaitu 6,7-7,9.
Di bawah 7,25 atau di atas 7,55 harus mendapat terapi.
Seorang dewasa, dalam satu hari sebagai hasil akhir metabolisme
rata-rata menghasilkan CO 2 13000 m Eq, yang harus
dikeluarkan dari paru-paru;dan 30 — 50 m Eq H + yang harus
dikeluarkan oleh ginjal.
Adanya perbedaan antara H + yang dihasilkan dengan kadar
H + dalam darah yang rendah, yang memungkinkan hidup,
harus ada satu sistem yang cukup peka yang dapat mengatur
supaya tak terjadi perubahan pH yang besar. sistem ini disebut
sistem buffer.
System Buffer
System buffer ialah suatu lamtan campuran asam lemah
dan garam asam tersebut dengan basa kuat (misalnya campuran
H2 CO3 + Na HCO3 ). Sistim buffer ini dapat mencegah
perobahan besar di dalam jumlah H + darah, dengan kata lain
kadar H+ di dalam larutan yang ada buffernya dipertahankan
lebih kurang tetap, walaupun pada larutan tersebut ditambah
basa atau asam.
Sistem buffer di dalam darah ialah :
1. Sistem bikarbonat (H2CO3 + NaHCO3 )
2. Sistem protein (protein + Na proteinat)
3. Sistem hemoglobin (HHb + RHb.)
4. Sistem fosfat (H3PO4 + NaH2PO4 )
Protein mempunyai kapasitas buffer yang paling besar karena
jumlahnya banyak. Tetapi sistem buffer bikarbonat mempunyai
nilai istimewa, oleh karena H 2CO3 dapat diubah menjadi
H20 + CO2 yang dapat dikeluarkan dengan cepat dan
mudah melalui paru. Ginjal dapat menimbun atau mengeluarkan
NaHCO3 melalui air seni. Oleh karena itu, sistem buffer
campuran larutan H 2CO3 dan NaHCO3 dapat bekerja secara
cepat dan efisien.
Cara kerja larutan buffer.
Bilamana ke dalam larutan sistem buffer H2CO3 +
NaHCO3 ditambahkan Hcl, akan terjadi reaksi sebagai berikut:
HCl + NaHCO3 -+ NaCl + N 2CO3 . Jadi HC1 diikat oleh Na-
HCO3 dan dijadikan asam lemah dengan demikian pH larutan
tetap terpelihara tidak banyak perobahan.
Sebaliknya bila ke dalam larutan ditambahkan basa kuat
(NaOH) akan terjadi reaksi sebagai berikut : NaOH + H2CO3
--> NaHO3 + H2O. Dengan demikian NaOH dijadikan basa lemah
sehingga pH tak banyak berubah.
Jumlah buffer base dari semua sistem buffer dalam darah
disebut total buffer base. Dalam keadaan normal, jumlah
buffer base tergantung kepada kadar Hb. Rumus untuk mendapatkan
buffer base ialah 41,6 + 0,42 x kadar Hb (dalam
garam %).
Harga normal buffer base = 45 — 50 m Eq/L.
GANGGUAN KESEIMBANGAN ASAM DAN BASA
Paru mempunyai peranan penting di dalam mempertahankan
keseimbangan asam dan basa, oleh karena :
1. Paru adalah organ utama yang dapat mengeliminasi CO 2
dan juga dapat mengatur H 2CO3 dalam darah.
2. Perubahan PCO2 dan keseimbangan asam basa dapat
dipengaruhi oleh pernapasan.
Gangguan keseimbangan asam basa dapat disebabkan:
1. Gangguan pernafasan.
2. Gangguan metabolik.
Kedua gangguan ini pada umumnya terjadi secara terpisah,
tetapi kadang-kadang dapat terjadi secara bersama. Kelainan
PaCO2 menunjukkan kelainan yang disebabkan komponen
pernafasan. Kelainan [HCO3 ], , Buffer base dan BE menunjukkan
kelainan akibat kelainan metabolik.
Gangguan keseimbangan asam basa akibat gangguan
pernafasan timbul apabila terjadi retensi atau eliminasi CO2
yang berlebihan. PaCO 2 ditentukan oleh jumlah produksi
VCO2
CO2 (VCO2 ) dan ventilasi alveoli (VA). Jadi PaCO 2 =
VA
Berdasarkan persamaan di atas, PaCO 2 akan naik apabila terjadi
hipoventilasi, dan akan turun apabila terjadi hiperventilasi.
Ada tidaknya gangguan asam basa yang ditimbulkan komponen
pernafasan dapat dilihat dari harga PaCO 2 . PaCO2 akan
menentukan kadar H2CO3 . H2CO3 = PaCO2 X 0,03 m Eq/l.
H2CO3 adalah asam lemah dan akan berdissosiasi :
H2CO3F H + + HCO3 -
Reaksi ini sangat penting, oleh karena dapat memberi
HCO3 yang dapat bertindak sebagai buffer. Dari reaksi
di atas dapat terlihat, kadar H2CO3 dapat mengubah kadar
HCO3.
46 Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985
_____
Macam-macam gangguan asam basa
1). Asidosis: [ H+ ] dalam darah lebih tinggi dari normal,
atau akan lebih tinggi dari normal kalau tidak terjadi kompensasi.
Dengan kata lain pH lebih kecil dari normal.
2). Alkalosis: [H+ ] dalam darah lebih rendah dari normal,
atau akan lebih rendah dari normal kalau tidak terjadi kompensasi.
Dengan kata lain pH lebih besar dari normal.
Asidosis Respiratorik
Akibat dari hipoventilasi, konsentrasi CO2 dalam udara
alveoli naik, akibatnya PaCO2 juga naik, akan terjadi reaksi
seperti di bawah ini.
1. PaCO2 naik.
2. CO2 + H2O- H2CO3 -> H+ + HCO2
3. Mekanisme buffer H+ + Hb -> HHb.
4. H2CO3 + Hb- - HHb + HCO3-
PaCO2 naik, kadar CO 2 yang larut akan naik, mengakibatkan
pembentukan H 2CO3 naik, seterusnya menyebabkan kenaikan
[H+ ] dan [HCO3 ] . Kenaikan kadar H+ dalam hal ini tidak dapat
dibuffer oleh sistem bikarbonat, tetapi akan dibuffer oleh
sistem hemoglobin. Yang menarik perhatian ialah, setiap 1
buffer Hb digunakan timbul 1 buffer bikarbonat.
Ciri khas dari Asidosis Respiratorik.
a. PCO2 naik.
b. Tidak terjadi perubahan jumlah buffer base.
c. B E normal.
d. Kadar HCO3 naik.
Asidosis respiratorik sinonim dengan hiperkapnea arterial
dan hipoventilasi alveolar.
Alkalosis Respiratorik
Apabila terjadi hiperventilasi, kadar CO2 dalam udara alveoli
akan turun, akibatnya PaCO2 turun. Selanjutnya akan terjadi
reaksi seperti di bawah ini.
Turunnya PCO2 mengakibatkan CO2 yang larut turun, kadar
HCO3 turun, dengan demikian reaksi NO 2 akan bergeser
ke kanan sehingga 6anyak H+ yang terpakai. Kekurangan
H+ ini akan dibuffer dengan jalan hemoglobin melepaskan
H+. Setiap 1 buffer HCO3 terpakai, terbentuk 1 buffer Hb -.
Ciri khas dari alkalosis respiratorik ialah
a. PaCO2 turun.
b. Tidak terjadi perubahan buffer base.
c. BE normal.
d. Terjadi penurunan kadar HCO3-.
Alkalosis respiratorik sinonim dengan hipokapnea arterial
dan hipoventilasi alveolar.
Asidosis metabolik
Mula-mula [ H+ ] normal dengan bufer bikarbonat. Apabila
terjadi asidosis laktat atau keto asidosis,akan terjadi penambahan
H+/asam, sehingga terjadi kekurangan basa dan kelebihan
asam. Metabolik asidosis dapat dinyatakan apabila BE lebih
kecil dari normal (-2).
Alkalosis metabolik
Mula-mula kadar H+ normal dengan sistem buffer bikarbonat.
Apabila terjadi pengurangan H+ (pada penderita muntahmuntah
di mana HC1 banyak hilang), akan terjadi kelebihan
basa dan kekurangan asam. Jumlah HCO3- akan naik pada
waktu terjadi proses buffer. Jika HCO3 naik, berarti total
buffer base juga naik. Ciri khas dari alkalosis metabolik ialah
apabila harga BE lebih besar dari normal (+2).
Ciri khas dari Asidosis dan Alkalosis
Keseimbangan asam basa PaCO2 BE HCO3 Standar Bic.
Asidosis Respiratorik
Alkalosis Respiratorik
Asidosis Metabolik
Alkalosis Metabolik
>45mmHg Normal Naik
<45mmHg Normal Turun
Normal <-2m Turun
Eq/l
Normal >+2m Naik
Eq/l.
Normal
Normal
Kurang dari
22m Eq/l.
Lebih dari
22mEq/1
Asidosis Respiratorik primer
Mula-mula PCO2 naik, kadar HCO3- masih tetap. Rasio
HCO3- : 0,03 x PCO2 turun, maka pH turun. Naiknya PCO2
menyebabkan reabsorbsi HCO3 di ginjal bertambah, se-
Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985 47
]
]
hingga kadar HCO3 naik, maka rasio HCO3- : 0,03 x PCO2
naik mendekati normal. Kompensasi asidosis respiratorik
primer adalah alkalosis metabolik kompensatorik.
Mula-mula PCO 2 turun, kadar HCO3
-
masih normal. Rasio
HCO3 : 0,03 x PCO2 naik, maka pH naik. Turunnya PCO2
menyebabkan sekresi HCO3 di ginjal turun, sehingga kadar
HCO3 turun, maka rasio HCO 3 : 0,03 x PCO2 turun sehngga
pH turun mendekati normal. Kompensasi alkalosis respiratorik
primer adalah asidosis metabolik kompensatoris.
Asidosis metabolik primer
naik sehingga pH naik. Pada .umumnya kompensasi hanya
menyebabkan pH mendekati normal. Kompensasi asidosis
metabolik primer adalah alkalosis respiratorik kompensatorik.
normal. Kompensasi alkalosis metabolik primer adalah asidosis
respiratorik kompensatorik.
Kadang-kadang terjadi kesulitan untuk menetapkan gangguan
mana yang primer dan mana yang kompensasi. Karena kompensasi
biasnya tidak menjadi pH menjadi normal, biasanya
hanya mendekati harga normal, maka masalah tersebut dapat
diatasi dengan melihat pH nya. Sebagai batas diambil harga
pH 7,4. Apabila pH kurang dari 7,4, maka gangguan primernya
adalah asidosis. Sebaliknya apabila pH lebih rendah dari 7,4
gangguan primernya adalah alkalosis. Setelah kita mengerti
proses timbulnya asidosis respiratorik dan juga mekanisme
kompensasi yang terjadi, maka pada penderita asidosis respiratorik
tindakan yang dapat kita kerjakan ialah dengan memperbaiki
jalan nafas, bukan dengan pemberian bikarbonas
natrikus.
RINGKASAN
1) Telah dibicarakan secara ringkas tentang peranan pemeriksaan
analisis gas darah dalam penatalaksanaan penyakit paru.
2) Pemeriksaan analisis gas darah sangat penting artinya
dalam menegakkan diagnosis, menentukan terapi dan follow
up dari pemberian terapi.
3) Kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam penilaian keseimbangan
asam dan basa ialah ketidaksamaan pengertian istilah
fositas dan alat laboratorium.
4) Telah dibicarakan gangguan keseimbangan asam dan basa
sebagai akibat kelainan fungsi paru.
5) Telah dibicarakan ciri khas asidosis dan alkalosis.
4 8 Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985
KEPUSTAKAAN
1. Camp Bell. A Method of controlled oxygen administration with
reduces the risk of carbon dioxide retension. Lancet 2; 12. 1960;
2. Cherniak. The retional use of oxygen in respiratory insufficiency.
Jama 1967;199 : 178.
3. Donohue. Control Low Flow Oxygen in Management of acut Respiratory
Failure. Chest 1973; 63 : 818.
4. Eldridge. Studies of oxygen Administration in Respiratory Failure.
Ann Int Med 1960; 68 : 569.
5. Qosta Booth, Acid-Rase and Electrolyte Balance Wolte Medical.
London Pulications Ltd : 1975.
6. Hurber C.L. Atrial Blood Gas and Acide Base Physiology, Boston
Massachusetts: Harvard Medical School 1976.
7. Karyadi Wiryoatmojo. Beberapa masalah dasar dalam keseimbangan
asam basa. Bagian Anestesiology UNAIR.
8. Murray, The normal lung. The Basis For Diagnosis and treatment
of pulmonary desease. Phildelphia - London - Tronto W.B Saunders
Company. 1970; 151 — 275.
9. Petty. A Single Nasal Prong for continuous Oxygen Terapy, Chest
1973; 64 : 146.
Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985 4 9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar